Wawasan nasional suatu bangsa dibentuk dan dijiwai oleh paham kekuasaan dan geopolitik yang dianutnya. Beberapa teori paham kekuasaan dan teori geopolitik. Perumusan wawasan nasional lahir berdasarkan pertimbangan dan pemikiran mengenai sejauh mana konsep operasionalnya dapat diwujudkan dan dipertanggungjawabkan.
PAHAM KEKUASAAN
a. Paham Machiavelli
Dalam bukunya tentang politik yang diterjemahkan kedalam bahasa dengan judul “The Prince”, Machiavelli memberikan pesan tentang cara membentuk kekuatan politik yang besar agar sebuah negara dapat berdiri dengan kokoh. Didalamnya terkandung beberapa postulat dan cara pandang tentang bagaimana memelihara kekuasaan politik. Menurut Machiavelli, sebuah negara akan bertahan apabila menerapkan dalil-dalil berikut: pertama, segala cara dihalalkan dalam merebut dan mempertahankan kekuasaan; kedua, untuk menjaga kekuasaan rezim, politik adu domba (divide et impera) adalah sah; dan ketiga, dalam dunia politik (yang disamakan dengan kehidupan binatang buas ), yang kuat pasti dapat bertahan dan menang. Semasa Machiavelli hidup, buku “The Prince” dilarang beredar oleh Sri Paus karena dianggap amoral. Tetapi setelah Machiavelli meninggal, buku tersebut menjadi sangat dan banyak dipelajari oleh orang-orang serta dijadikan pedoman oleh banyak kalangan politisi dan para kalangan elite politik.
Gerakan pembaharuan (renaissance) yang dipicu oleh masuknya ajaran Islam di Eropa Barat sekitar abad VII telah membuka dan mengembangkan cara pandang bangsa-bangsa Eropa Barat sehingga menghasilkan peradaban barat modem seperti sekarang. I)i bidang politik dan kenegaraan, motor atau sumber pemikirannya berasal dari Machiavelli, seorang pakar ilmu politik dalam pemerintahan Republik Florence, sebuah negara kecil di Italia Utara (sekitar abad XVII).
b. Paham Kaisar Napoleon Bonaparte
Kaisar Napoleon merupakan tokoh revolusioner di bidang cara pandang, selain penganut baik dari Machiavelli.Napoleon berpendapat bahwa perang di masa depan akan merupakan perang total yang mengerahkan segala upaya dan kekuatan nasional. Kekuatan ini juga perlu didukung oleh kondisi sosial budaya berupa ilmu pengetahuan teknologi demi terbentuknya kekuatan hankam untuk menduduki dan menjajah negara-negara disekitar Prancis. Ketiga postulat Machiavelli telah diimplementasikan dengan sempurna oleh Napoleon, namun menjadi bumerang bagi dirinya sendiri sehingg akhir kariernya dibuang ke Pulau Elba.
c. Paham Jendral Clausewitz
Pada era Napoleon, Jenderal Clausewitz sempat terusir oleh tentara Napoleon dari negaranya sampai ke Rusia. Clausewitz akhirnya bergabung dan menjadi penasihat militer Staf Umum Tentara Kekaisaran Rusia. Sebagaimana kita ketahui, invasi tentara Napoleon pada akhirnya terhenti di Moskow dan diusir kembali ke Perancis. Clausewitz, setelah Rusia bebas kembali, di angkat menjadi kepala staf komando Rusia. Di sana dia menulis sebuah buku mengenai perang berjudul Vom Kriege (Tentara Perang). Menurut Clausewitz, perang adalah kelanjutan politik dengan cara lain. Baginya, peperangan adalah sah-sah saja untuk mencapai tujuan nasional suatu bangsa. Pemikiran inilah yang membenarkan Rusia berekspansi sehingga menimbulkan perang Dunia I dengan kekalahan di pihak Rusia atau Kekaisaran Jerman.
TEORI GEOPOLISTIK
Geopolitik berasal dart kata “geo” atau bumi dan politik yang berarti kekuatan yang didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan dasar dalam menentukan altematif kebijaksanaan nasional untuk mewujudkan tujuan nasional. Beberapa pendapat dari pakar-pakar Geopolitik antara lain sebagai berikut:
a. Pandangan Ajaran Frederich Ratzel
Pada abad ke-19, Frederich Ratzel merumuskan untuk pertama kalinya Ilmu Bumi Politik sebagai basil penelitiannya yang ilmiah dan universal. Pokok-Pokok ajaran F. Ratzel adalah sebagai berikut:
1) Dalam hal-hal tertentu pertumbuhan negara dapat dianalogikan dengan pertumbuhan organisme yang memerlukan ruang lingkup, melalui proses lahir, tumbuh, berkembang, mempertahankan hidup, menyusut, dan mati.
2) Negara identik dengan suatu ruang yang ditempati oleh kelompok politik dalam arti kekuatan. Makin luas potensi ruang tersebut, makin besar kemungkinan kelompok politik itu tumbuh (teori ruang, konsep ruang).
3) Suatu bangsa dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya tidak terlepas dari hukum alam. Hanya bangsa yang unggul saja yang dapat bertahan hidup terus dan langgeng.
4) Semakin tinggi budaya suatu bangsa, semakin besar kebutuhannya akan sumber daya alam. Apabila wilayah/ruang hidup tidak mendukung, bangsa tersebut akan mencari pemenuhan kebutuhan kekayaan alam di luar wilayahnya (ekspansi). Hal ini melegitimasikan hukum ekspansi, yaitu perkembangan atau dinamika budaya dalam bentuk gagasan, kegiatan (ekonomi, perdagangan, perindustrian/ produksi) harus diimbangi oleh pemekaran wilayah; batas-batas suatu negara pada hakikatnya bersifat sementara. Apabila ruang hidup negara sudah tidak dapat memenuhi keperluan, ruang itu dapat diperluas dengan mengubah batas-batas negara baik secara damai maupun melalui jalan kekerasan atau perang.
Ilmu Bumi Politik berdasarkan ajaran Ratzel tersebut justru menimbulkan dua aliran, di mana yang satu berfokus pada kekuatan di darat, sementara yang lainnya berfokus pada kekuatan di laut. Ratzel melihat adanya persaingan antara kedua aliran itu, sehingga ia mengemukakan pemikiran yang baru, yaitu dasar-dasar suprastruktur Geopolitik: kekuatan total/menyeluruh suatu negara harus mampu mewadahi pertumbuhan kondisi dan kedudukan geografinya. Dengan demikian esensi pengertian politik adalah penggunaan kekuatan fisik dalam rangka mewujudkan keinginan atau aspirasi nasional suatu bangsa. Hal ini sering menjurus ke arah palitik adu kekuatan dan adu kekuasaan dengan tujuan dominasi. Pemikiran Ratzel menyatakan bahwa ada kaitan antara struktur atau kekuatan politik serta geografi dan tuntutan perkembangan atau pertumbuhan negara yang dianalogkan dengan organisme.
b. Pandangan Ajaran Rudolf Kellen
Kjellen melanjutkan ajaran Ratzel tentang teori organisme. Kjellen menegaskan bahwa negara adalah suatu organisme yang dianggap sebagai “prinsip dasar”. Esensi ajaran Kjellen adalah sebagai berikut:
1) Negara merupakan satuan biologis, suatu organisme hidup, yang memiliki intelektual. Negara dimungkinkan untuk memperoleh ruang yang cukup luas agar kemampuan dan kekuatan rakyatnya dapat berkembang secara bebas.
2) Negara merupakan suatu sistem politik/pemerintahan yang meliputi bidang-bidang: geopolitik, ekonomi politik, demo politik, sosial politik, dan krato politik (politik memerintah).
3) Negara tidak harus bergantung pada sumber pembekalan luar. la harus mampu berswasembada serta memanfaatkan kemajuan kebudayaan dan teknologi untuk meningkatkan kekuatan nasionalnya: ke dalam, untuk mencapai persatuan dan kesatuan yang harmonis dan ke luar, untuk memperoleh batas-batas negara yang lebih baik. Sementara itu, Kekuasaan Imperium Kontinental dapat mengontrol kekuatan di laut.
c. Pandangan Ajaran Karl Haushofer
Pandangan Karl Haushofer berkembang di Jerman ketika negara ini berada di bawah kekuasaan Adolf Hitler. Pandangan ini juga dikembangkan di Jepang dalam ajaran Hako Ichiu yang dilandasi oleh semangat militerisme dan fasisme. Pokok-pokok teori Haushofer ini pada dasamya menganut teori/ajaran/pandangan Kjellen, yaitu:
1) Kekuasaan Imperium Daratan yang kompak akan dapat mengejar kekuasaan Imperium Maritim untuk menguasai pengawasan di laut.
2) Beberapa negara besar di dunia akan timbul dan akan menguasai Eropa, Afrika, Asia Barat (Jerman dan Italia) serta Jepang di Asia Timur Raya.
3) Rumusan ajaran Haushofer lainnya adalah sebagai berikut: Geopolitik adalah doktrin negara yang menitikberatkan soalsoal strategi perbatasan. Ruang hidup bangsa dan tekanantekanan kekuasaan dan sosial yang rasial mengharuskan pembagian baru kekayaan alam di dunia. Geopolitik adalah landasan bagi tindakan politik dalam perjuangan mendapatkan ruang hidup.
Pokok-pokok teori Karl Houshofer pada dasamya menganut teori Rudolf Kjellen dan bersifat ekspansif.
Paham Kekuasaan Bangsa Indonesia
Bangsa Indonesia yang berfalsafah dan berideologi Pancasila menganut paham tentang perang dan damai: “Bangsa Indonesia cinta damai, akan tetapi lebih cinta kemerdekaan.” Wawasan nasional bangsa Indonesia tidak mengembangkan ajaran tentang kekuasaan dan adu kekuatan, karena hal tersebut mengandung benih-benih persengketaan dan ekspansionisme. Ajaran wawasan nasional bangsa Indonesia menyatakan bahwa: ideologi digunakan sebagai landasan idiil dalam menentukan politik nasional, dihadapkan pada kondisi dan konstelasi geografi Indonesia dengan segala aspek kehidupan nasionalnya.Tujuannya adalah agar bangsa Indonesia dapat menjamin kepentingan bangsa dan negaranya di tengah-tengah perkembangan dunia.
Geopolitik Indonesia
Pemahaman tentang kekuatan dan kekuasaan yang dikembangkan di Indonesia didasarkan pada pemahaman tentang paham perang dan damai serta disesuaikan dengan kondisi geografi indonesia. Sedangkan pemahaman tentang negara Indonesia menganut paham negara kepulauan, yaitu paham yang dikembangkan dari asas archipelago yang memang berbeda dengan pemahaman archipelago di negara-negara Barat pada umumnya. Perbedaan yang esensial dari pemahaman ini adalah bahwa menurut paham Barat, laut berperan sebagai “pemisah” pulau, sedangkan menurut paham Indonesia laut adalah “penghubung” sehingga wilayah negara menjadi satu kesatuan yang utuh sebagai “Tanah Air” dan disebut Negara Kepulauan.
Batas Wilayah Indonesia
a. Menurut TZMKO 1933
Dengan kembali mencuatnya kasus Ambalat ini, Menteri Pertahanan RI Juwono Sudarsono menegaskan bahwa meski kondisi ekonomi dan sosial masyarakat Indonesia khususnya masyarakat di wilayah perbatasan Blok Ambalat masih minim, namun Indonesia tidak begitu saja terpengaruh manuver dan propaganda Malaysia apapun bentuknya.
Hal senada juga diungkapkan juru bicara Departemen Luar Negeri RI Teuku Faizas-yah yang mengatakan bahwa kedua negara sepakat mengedepankan perundingan bilateral dalam penyelesaian persoalan Blok Ambalat. Tulisan ini mencoba mengetengahkan permasalahan kasus Ambalat dari perspektif hukum yakni dengan mencermati peraturan nasional dan internasional yang menjadi dasar penyelesaian kasus Ambalat.
Selain itu perlu dicermati pula permasalahan Ambalat dari perspektif sosial politik. Hal ini karena kasus Ambalat tidak terlepas dari persoalan-persoalan sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat di wilayah Blok Ambalat. Sementara berkaitan dengan politik, perlu dicermati juga kemauan politik (good will) pemerintah RI untuk memberikan aksentuasi pada pembangunan dan pengawasan di wilayah perbatasan Blok Ambalat.
Perspektif Hukum Kasus Ambalat Kasus Blok Ambalat berkaitan dengan landas kontinen di dasar laut Sulawesi yang memang belum ditetapkan batas-batasnya oleh kedua negara. Dalam Hukum Internasional, setiap negara mempunyai kewenangan untuk menetapkan sendiri batas-batas wilayahnya.
Akan tetapi, karena semua negara di dunia secara geografis saling berhubungan dan berbatasan wilayahnya satu dengan yang lainnya, maka dalam menetapkan wilayah perbatasan tidak bisa melakukannya secara sepihak tanpa perjanjian dengan negara lain.
Untuk itu perlu kesepakatan di antara negara-negara dalam penetapan garis batas wilayahnya. Penetapan garis batas wilayah suatu negara menjadi hal penting karena berakibat pada batas kedaulatan wilayah negara.
Garis batas dibuat berdasarkan landasan hukum yang jelas (Hukum Internasional), sebab pembuatan garis batas tersebut senantiasa akan menimbulkan akibat hukum, yaitu hak dan kewajiban, sehingga batas wilayah tersebut menimbulkan status hukum wilayah negara, baik darat, laut, atau udara. Pelanggaran terhadap hak dan kewajiban tersebut dapat dikenai sanksi, mulai dari sanksi yang ringan sampai kepada sanksi yang berat, sesuai dengan kedudukan garis batas tersebut serta bentuk pelanggaran yang dibuatnya.
Pada hakikatnya garis batas memiliki fungsi untuk memisahkan beberapa hak dan kewajiban masyarakat, anggota masyarakat ataupun negara atas suatu wilayah. Garis batas merupakan identifikasi adanya hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban tersebut dapat timbul berdasarkan hubungan hukum kelompok sosial masyarakat dengan wilayahnya, atau dalam skala yang besar seperti hubungan bangsa dengan wilayahnya dalam suatu negara, hubungan perdata (perjanjian) ataupun hubungan di bidang hukum publik.
Berkaitan dengan penetapan garis batas wilayah suatu negara, menurut pasal 2 Konvensi Hukum Laut (UNCLOS) 1982 yang dianggap sebagai wilayah negara, yaitu yang terdiri dari: (1) wilayah daratan, (2) perairan pedalaman, (3) khusus untuk suatu negara kepulauan: perairan kepulauan, dan (4) laut teritorial. Khusus laut teritorial, pasal 3 Konvensi 1982 menetapkan bahwa: “setiap negara berhak menetapkan lebar laut teritorialnya hingga suatu batas yang tidak melebihi 12 mil, diukur dari garis pangkal yang ditentukan”.
Selanjutnya mengenai zona laut/maritim, Konvensi Hukum Laut (UNCLOS)1982 memuat berbagai ketentuan yang mengatur penetapan batas-batas terluarnya (outer limit) dengan batas-batas maksimum sebagai berikut:
1. Laut teritorial sebagai bagian dari wilayah negara: 12 mil-laut
2. Zona tambahan dimana negara memiliki yuridiksi khusus: 24 mil-laut
3. Zona ekonomi eksklusif: 200 mil-laut
4. Landas kontinen: antara 200-350 mil-laut
Disamping itu konvensi 1982 juga menetapkan bahwa suatu negara kepulauan berhak untuk menetapkan:
5. Perairan kepulauan pada sisi dalam dari garis-garis pangkal kepulauannya
6. Perairan pedalaman pada perairan kepulauannya
Dalam sengketa antar negara mengenai wilayah negara di laut, secara khusus dalam kasus Blok Ambalat, dapatlah dikatakan bahwa yang dipersengketakan kedua negara adalah landas kontinen di dasar laut Sulawesi yang memang belum ditetapkan batas-batasnya oleh kedua negara.
Dalam putusan Mahkamah Internasional tentang kepemilikan Sipadan Ligitan beberapa tahun lalu, Mahkamah Internasional berpendapat bahwa dengan jatuhnya Sipadan Ligitan dalam kedaulatan Malaysia, maka hal itu tidak secara otomatis dapat dipakai sebagai patokan untuk menetapkan batas laut termasuk landas kontinen untuk menetapkan batas wilayah perairan.
Hal ini sesuai pula dengan pasal 15 Konvensi 1982 yang menetapkan bahwa “Dalam hal pantai dua negara yang letaknya berhadapan atau berdampingan satu sama lain, tidak satu pun diantaranya berhak, kecuali ada persetujuan antar mereka, untuk menetapkan batas laut teritorialnya melebihi garis tengah yang titik-titiknya sama jaraknya dari titik-titik terdekat pada garis-garis pangkal darimana lebar laut teritorial masing-masing negara diukur.
Tetapi ketentuan ini tidak berlaku apabila terdapat alasan hak historis atau keadaan khusus lain yang menyebabkan perlunya menetapkan batas laut teritorial antara kedua negara menurut suatu cara yang berlainan dengan ketentuan konvensi”.
Berdasarkan ketentuan tersebut maka Malaysia tidak dapat memakai patokan kasus Sipadan Ligitan untuk menetapkan batas laut termasuk landas kontinen sebagai dasar untuk mengklaim Blok Ambalat sebagai teritorialnya.
Selain itu secara yuridis, Blok Ambalat merupakan wilayah perairan Indonesia, yang telah diatur oleh beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan sejak zaman kolonial Belanda yakni Territorale Zee en Maritime Kringen Ordonantie (TZMKO) 1933, Deklarasi Juanda 13 Desember 1957 yang melahirkan konsepsi Wawasan Nusantara dan diterima oleh dunia internasional dalam Hukum Laut (UNCLOS) 1982, Undang-Undang Nomor 4 Prp Tahun 1960 yang direvisi dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, Peraturan Pemerintah RI Nomor 8 Tahun 1962 tentang Lalu Lintas Damai Kendaraan Air Asing dalam Perairan Indonesia, Keputusan Presiden RI Nomor 16 Tahun 1971 tentang Pemberian Izin Berlayar bagi segala Kendaraan Air Asing dalam Wilayah Perairan Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia. Peraturan perundang-undangan tersebut menjadi landasan justifikasi dan legitimasi Republik Indonesia atas wilayah Blok Ambalat.
Berdasarkan hal tersebut maka dapatlah dikatakan bahwa setiap negara yang berwenang menetapkan batas-batas negaranya, wajib memperhatikan juga kewenangan otoritas negara lain. Sudah menjadi kelaziman internasional bahwa setiap wilayah di dunia selalu ada pemiliknya, tetapi garis batas mempunyai kedudukan sebagai hak bersama .
b. Menurut Djuanda 1957
Deklarasi Djuanda yang dicetuskan pada tanggal 13 Desember 1957 oleh Perdana Menteri Indonesia pada saat itu, Djuanda Kartawidjaja, adalah deklarasi yang menyatakan kepada dunia bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI.
Sebelum deklarasi Djuanda, wilayah negara Republik Indonesia mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda 1939, yaitu Teritoriale Zeeën en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939). Dalam peraturan zaman Hindia Belanda ini, pulau-pulau di wilayah Nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingnya dan setiap pulau hanya mempunyai laut di sekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai. Ini berarti kapal asing boleh dengan bebas melayari laut yang memisahkan pulau-pulau tersebut.
Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa Indonesia menganut prinsip-prinsip negara kepulauan (Archipelagic State) yang pada saat itu mendapat pertentangan besar dari beberapa negara, sehingga laut-laut antarpulau pun merupakan wilayah Republik Indonesia dan bukan kawasan bebas. Deklarasi Djuanda selanjutnya diresmikan menjadi UU No.4/PRP/1960 tentang Perairan Indonesia. Akibatnya luas wilayah Republik Indonesia berganda 2,5 kali lipat dari 2.027.087 km² menjadi 5.193.250 km² dengan pengecualian Irian Jaya yang walaupun wilayah Indonesia tapi waktu itu belum diakui secara internasional.
Berdasarkan perhitungan 196 garis batas lurus (straight baselines) dari titik pulau terluar ( kecuali Irian Jaya ), terciptalah garis maya batas mengelilingi RI sepanjang 8.069,8 mil laut.
Setelah melalui perjuangan yang penjang, deklarasi ini pada tahun 1982 akhirnya dapat diterima dan ditetapkan dalam konvensi hukum laut PBB ke-III Tahun 1982 (United Nations Convention On The Law of The Sea/UNCLOS 1982). Selanjutnya delarasi ini dipertegas kembali dengan UU Nomor 17 Tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS 1982 bahwa Indonesia adalah negara kepulauan.
Pada tahun 1999, Presiden Soeharto mencanangkan tanggal 13 Desember sebagai Hari Nusantara. Penetapan hari ini dipertegas dengan terbitnya Keputusan Presiden RI Nomor 126 Tahun 2001, sehingga tanggal 13 Desember resmi menjadi hari perayaan nasional.
c. Menurut UNCLOS 1982
Selain itu, hantaman tsunami di Aceh dan Sumatera Utara juga harus disikapi secara serius, karena tergerusnya wilayah darat menjadi lautan. Tentu saja, perubahan geografis tersebut berdampak pada titik-titik koordinat geografis yang kemudian dijadikan garis pangkal (base line) yang selama ini dijadikan pegangan Pemerintah Indonesia dalam menetapkan atau mengadakan perjanjian batas wilayah dengan negara-negara tetangga di wilayah laut.
Permasalahan batas wilayah ini harus menjadi perhatian utama pemerintah, yang dalam hal ini adalah pekerjaan Departemen Luar Negeri (Deplu) sebagai leading sector dalam border diplomacy sesuai dengan UU No 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri dan UU No 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Selain itu, Deplu juga harus dibantu oleh lembaga-lembaga terkait, seperti Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Tanah (Bakosurtanal) dan Dinas Hidrografi-Oceanografi TNI AL (Dishidros).
Wawasan Nusantara sebagai Wawasan Nasional Indonesia
Sebagai bangsa majemuk yang telah menegara, bangsa Indonesia dalam membina dan membangun atau menyelenggarakan kehidupan nasionalnya, baik pada aspek politik, ekonomi, sosbud maupun hankamnya, selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah. Untuk itu pembinaan dan penyelenggaraan tata kehidupan bangsa dan negara Indonesia disusun atas dasar hubungan timbal balik antara falsafah, cita-cita dan tujuan nasional, serta kondisi sosial budaya dan pengalaman sejarah yang menumbuhkan kesadaran tentang kemajemukan dan kebhinekaannya dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan nasional.
Gagasan untuk menjamin persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan tersebut merupakan cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya, yang dikenal dengan istilah Wawasan Kebangsaan atau Wawasan Nasional Indonesia dan diberi nama Wawasan Nusantara, disingkat “Wasantara.”
Dari pengertian-pengertian seperti di atas, pengertian yang digunakan sebagai acuan pokok ajaran dasar Wawasan Nusantara ialah Wawasan Nusantara sebagai geopolitik Indonesia, yaitu cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serbaberagam dan bemilai strategis dmgan mengutamakan persattsan dan kesatuan wilayah dan tetap menghargai serta menghormati kebhinekaan dalam setiap aspek kehidupan nasional untuk mencapai tujuan nasional.
Fungsi Dan Tujuan Wawasan Nusantara
fungsinya
pedoman , motivasi dorongan sertarambu2 dalam menentukan segala kebijakansanaan ,keputusan,tindakan dan perbuatan baik penyelenggara negara di tingkat pusat dan daerah maupn bagi seluruh rakyat dalam kehidupanbermasyarakat, berbangsa , bernegara
tujuannya
mewujudkan nasinalisme tinggu disegala bidang dari rakyat indonesia yang mengutamakan kepentingan nasional dari pada kepentingan pribadi
Dasar Wawasan Nusantara
1. Wadah (Contour)
Wadah kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara meliputi seluruh wilayah Indonesia yang memiliki kekayaan alam dan penduduk dengan aneka ragam budaya. Setelah menegara dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, bangsa Indonesia memiliki organisasi kenegaraan yang merupakan wadah berbagai kegiatan kenegaraan dalam wujud suprastruktur politik. Sementara itu, wadah dalam kehidupan bermasyarakat adalah berbagai lembaga dalam wujud infrastruktur politik.
2. Isi (Content)
Isi adalah aspirasi bangsa yang berkembang di masyarakat dan citacita serta tujuan nasional yang terdapat dalam Pembukaan UUI) 1945. Untuk mencapai aspirasi yang berkembang di masyarakat maupun cita-cita dan tujuan nasional seperti tersebut di atas, bangsa Indonesia harus mampu menciptakan persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan dalam kehidupan nasional.3. Tata laku (Conduct)
Tata laku merupakan hasil interaksi antara wadah dan isi, yang terdiri dari tata laku batiniah dan lahiriah. tata laku batiniah mencerminkan jiwa, semangat, dan mentalitas yang baik dari bangsa Indonesia, sedangkan tata laku lahiriah tercermin dalam tindakan, perbuatan, dan perilaku dari bangsa Indonesia. Kedua hal tersebut akan mencerminkan identitas jati diri atau kepribadian bangsa Indonesia berdasarkan kekeluargaan dan kebersamaan yang memiliki rasa bangga dan cinta kepada bangsa dan tanah air sehingga menimbuhkan nasionalisme yang tinggi dalam semua aspek kehidupm nasional.
Asas Wawasan Nusantara
Asas wawasan nusantara ada 7, yaitu :
1. Kepentingan yang sama
2. Tujuan sama
3. Keadilan
4. Kejujuran
5. Solidaritas
6. Kerjasama
7. Kesetiaan terhadap ikrar atau kesepakatan bersama demi terpeliharanya persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan.
Arah pandang wawasan nusantara
1) Arah pandang ke Dalam
Arah pandang ke dalam bertujuan menjamin perwujudan persatuan kesatuan segenap aspek kehidupan nasional, baik aspek alamiah maupun bangsa aspek sosial. Arah pandang ke dalam mengandung arti bahwa bangsa Indonesia harus peka dan berusaha untuk mencegah dan mengatasi sedini mungkin faktor-faktor penyebab timbulnya disintegrasinya bangsa dan harus mengupayakan tetap terbina dan terpilihnya persatuan dan kesatuan dalam kebinekaan.
2) Arah pandang ke Luar
Arah pandang luar ditujukan demi terjaminnya kepentingan nasional dalam dunia yang serba berubah maupun kehidupan dalam negeri serta dalam melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, serta kerja sama dan saling hormat menghormati. Arah pandangan ke luar mengandung arti bahwa dalam kehidupan internasionalnya, bangsa Indonesia harus berusaha mengamankan kepentingan nasionalnya dalam semua aspek kehidupan, baik politik, ekonomi, sosial budaya maupun pertahanan dan keamanan demi tercapainya tujuan nasional sesuai dengan yang tertera pada pembukaan UUD 1945.
Sumber :
Warta Warga
Google
0 komentar:
Posting Komentar